Air adalah sumber kehidupan yang tak tergantikan. Dari memenuhi kebutuhan dasar manusia hingga menjaga keseimbangan ekosistem, air memainkan peran yang sangat penting. Namun, seiring dengan meningkatnya permintaan akibat pertumbuhan populasi, perubahan iklim, dan intensifikasi pertanian, sumber daya air kita, terutama air tanah, menghadapi tekanan besar. Pertanyaannya, seberapa besar sebenarnya cadangan air tanah kita, dan apakah itu cukup untuk masa depan?
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Nature Geoscience pada 2015, kerak bumi bagian atas mengandung sekitar 22,6 juta kilometer kubik air tanah. Dari jumlah ini, kurang dari 6% dapat dikategorikan sebagai “air tanah modern,” yaitu air yang berusia kurang dari 50 tahun dan memiliki potensi untuk terbarukan dalam skala waktu manusia. Jika didistribusikan merata di seluruh benua, volume air tanah modern ini setara dengan lapisan air setebal 3 meter.
Namun, meskipun jumlahnya terlihat besar, hanya sekitar 1,5% dari total cadangan air tanah ini yang dianggap dapat terbarukan dalam waktu dekat. Fakta ini menggarisbawahi betapa terbatasnya sumber daya ini jika tidak dikelola dengan bijaksana.
Penelitian menggunakan isotop tritium—produk sampingan dari uji coba nuklir di era 1950-an—untuk mengukur usia air tanah. Dengan memetakan konsentrasi tritium di ribuan sampel air tanah di seluruh dunia, para peneliti dapat menentukan volume dan distribusi air tanah modern.
Temuan ini menjadi terobosan besar, mengingat sebelumnya belum ada data global yang memadai tentang cadangan air tanah modern. Pengetahuan tentang usia air tanah ini penting untuk memahami seberapa cepat air tanah dapat diisi ulang melalui curah hujan dan mencairnya salju.
Air tanah memiliki peran sentral dalam mendukung kehidupan. Selain menjadi sumber air minum bagi miliaran orang, air tanah juga penting untuk pertanian, yang merupakan pengguna terbesar air ini. Dalam konteks perubahan iklim, kebutuhan akan air tanah diperkirakan akan meningkat. Kekeringan yang lebih sering dan ekstrem, banjir, serta variabilitas curah hujan menambah tantangan dalam pengelolaan air.
Namun, meski air tanah modern memiliki potensi untuk diperbarui, ini tidak berarti bahwa proses pengisian ulang akan berlangsung dengan cepat atau merata. Richard Taylor, hidrogeolog dari University College London, mengingatkan bahwa meskipun air tanah modern dianggap terbarukan, pengisian ulangnya di masa depan sangat tergantung pada kondisi lingkungan dan iklim.
Pengelolaan air tanah yang berkelanjutan membutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang lokasi, volume, dan laju pengisian ulang air tanah modern. Selain itu, kolaborasi antar negara dan investasi dalam teknologi pemantauan air tanah diperlukan untuk memastikan bahwa sumber daya ini digunakan secara efisien.
Mengintegrasikan air tanah ke dalam strategi adaptasi perubahan iklim juga menjadi kunci. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa air tanah dapat membantu manusia bertahan dalam menghadapi variabilitas iklim. Namun, pendekatan ini memerlukan kebijakan berbasis data dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, ilmuwan, dan masyarakat.
Cadangan air tanah dunia adalah aset yang sangat berharga, tetapi terbatas. Meskipun air tanah modern memiliki potensi terbarukan, sumber daya ini tidak dapat dianggap sebagai solusi instan untuk masalah air global. Dengan pengelolaan yang bijak dan pemahaman yang lebih mendalam, air tanah dapat terus mendukung kehidupan, ketahanan pangan, dan adaptasi manusia terhadap perubahan iklim.
Di tengah tantangan yang ada, satu hal tetap jelas: air adalah kehidupan, dan melindungi sumber daya air tanah kita adalah investasi untuk masa depan yang berkelanjutan.